Pernah melihat rumah kaca? Ya, rumah kaca (green house) merupakan rumah yang terbuat dari kaca. Rumah kaca sering digunakan dibidang pertanian terutama di negara-negara subtropis. Misalnya untuk budidaya tanaman atau penelitian tanaman. Suhu rumah kaca dapat diatur agar cukup hangat sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Panas/sinar matahari yang masuk ke dalam rumah kaca akan dipantulkan oleh bidang-bidang (dinding dan atap) kaca. Dengan demikian, panas yang masuk akan terperangkap di dalamnya, dipantulkan berulang kali tidak dapat menembus ke luar kaca, dan menghangatkan seisi rumah kaca.

Gas rumah kaca meliputi uap air, karbon dioksida, metana, nitrogen oksida, dan gas lainya. Gas-gas tersebut dapat timbul secara alami di lingkungan. Namun, gas tersebut juga dapat timbul karena aktivitas manusia. Uap air merupakan gas rumah kaca yang paling banyak terdapat di atmosfer. Uap air ini berasal dari laut, danau, dan sungai. Sementara itu, karbon dioksida merupakan gas rumah kaca terbanyak kedua di atmosfer.
Karbon dioksida berasal dari berbagai proses alami seperti letusan gunung api, hasil pernapasan hewan dan manusia, serta pembakaran material organik. Selain itu, pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu bara) yang terjadi pada pembangkit tenaga listrik, kendaran bermotor, AC, komputer, dan kegiatan memasak juga dapat menghasilkan gas rumah kaca. Pembakaran dan pengundulan lahan juga ternyata dapat menghasilkan gas karbon dioksida, metana, dan nitrogen oksida.
Efek Rumah Kaca Pada Sektor Pertanian
Pada Sektor Pertanian : Sektor inilah yang paling besar terkena dampak perubahan iklim. Pergeseran musim dan perubahan pola hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan bidang pertanian. Terjadinya keterlambatan musim tanam atau panen akan memberikan dampak yang besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Beberapa dampak dibidang pertanian antara lain, turunnya produksi pangan sehingga Indonesia harus impor. Tingginya curah hujan akan menimbulkan banjir dan tanah longsor. Akibatnya, hasil dari tanaman dataran tinggi akan menurun. Sebaliknya musim kemarau yang berkepanjangan menyebabkan bencana kekeringan sehingga mengubah musim tanam dan berdampak turunnya produksi pangan.
Upaya Menahan Laju Perubahan Iklim
Beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk menahan laju perubahan iklim adalah dengan cara mitigasi dan adaptasi. Mitigasi adalah upaya mengurangi laju perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca hasil aktivitas manusia. Caranya dengan menggunakan bahan bakar dari sumber energi ysng lebih bersih, seperti beralih dari batu bara ke gas alam. Selain itu, menggunakan energi terbarukan (energi matahari, angin, air, dan biomassa), mengurangi penggunaan bahan bakar pada kendaraan bermotor, dan menghemat listrik termasuk usaha-usaha mitigasi.
Sedangkan adapatasi adalah mempersiapkan diri untuk hidup dengan berbagai kondisi akibat perubahan iklim. Strategi khusus perlu dilakukan untuk menghadapi kedua dampak perubahan iklim (perlahan dan ekstrem). Banyak usaha yang telah dilakukan dalam upaya adapatasi, seperti reboisasi hutan dan rehabilitasi terumbuh karang. Usaha mengurangi angka kemiskinan juga termasuk di dalamnya. Masyarakat miskin paling rentan terhadap dampak perubahan iklim karena kemampuan adapatasi mereka yang lemah. Sementara itu, menanam bakau di pesisir pantai juga merupakan contoh adaptasi terhadap perubahan iklim secara perlahan. Adanya hutan bakau akan mengurangi abrasi dan intrusi air laut ke dalam sumber air bersih di daratan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar